Monday 25 January 2010

SEJARAH PAHLAWAN PANGKALPINANG

SEJARAH KOTA PANGKALPINANG



SEJARAH

Wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, terutama Pulau Bangka berganti-ganti menjadi daerah taklukan Kerajaan Sriwijaya, dan Majapahit. Setelah kapitulasi dengan Belanda, Kepulauan Bangka Belitung menjadi jajahan Inggris sebagai “Duke of Island”. 20 Mei 1812 kekuasaan Inggris berakhir setelah konvensi London 13 Agustus 1824, terjadi peralihan kekuasaan daerah jajahan Kepulauan Bangka Belitung antara MH. Court (Inggris) dengan K.Hcyes (Belanda) di Muntok pada 10 Desember 1816.

Kekuasaan Belanda mendapat perlawanan Depati Barin dan putranya Depati Amir yang di kenal sebagai perang Depati Amir (1849-1851). Kekalahan perang Depati Amir menyebabkan Depati Amir diasingkan ke Desa Air Mata Kupang NTT. Atas dasar stbl. 565, tanggal 2 Desember 1933 pada tanggal 11 Maret 1933 di bentuk Resindetil Bangka Belitung Onderhoregenheden yang dipimpin seorang residen Bangka Belitung dengan 6 Onderafdehify yang di pimpin oleh Ast. Residen. Di Pulau Bangka terdapat 5 Onderafdehify yang akhirnya menjadi 5 Karesidenan sedang di Pulau Belitung terdapat 1 Karesidenan.

Di zaman Jepang, Karesidenan Bangka Belitung di perintah oleh pemerintahan Militer Jepang yang disebut Bangka Beliton Ginseibu. Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, oleh Belanda di bentuk Dewan Bangka Sementara pada 10 Desember 1946 (stbl.1946 No.38) yang selanjutnya resmi menjadi Dewan Bangka yang diketuai oleh Musarif Datuk Bandaharo Leo yang dilantik Belanda pada 11 November 1947. Dewan Bangka merupakan Lembaga Pemerintahan Otonomi Tinggi. Pada 23 Januari 1948 (stb1.1948 No.123), Dewan Bangka, Dewan Belitung dan Dewan Riau bergabung dalam Federasi Bangka Belitung dan Riau (FABERI) yang merupakan suatu bagian dalam Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan Keputusan Presiden RIS Nomor 141 Tahun 1950 kembali bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga berlaku undang-undang Nomor 22 Tahun 1948.

Pada tanggal 22 April 1950 oleh Pemerintah diserahkan wilayah Bangka Belitung kepada Gubernur Sumatera Selatan Dr. Mohd. lsa yang disaksikan oleh Perdana Menteri Dr. Hakim dan Dewan Bangka Belitung dibubarkan. Sebagai Residen Bangka Belitung ditunjuk R.Soemardja yang berkedudukan di Pangkalpinang.Berdasarkan UUDS 1950 dan UU Nomor 22 Tahun 1948 dan UU Darurat Nomor 4 tanggal 16 November 1956 Karesidenan Bangka Belitung berada di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Bangka dan dibentuk juga kota kecil Pangkalpinang. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1957 Pangkalpinang menjadi Kota Praja. Pada tanggal 13 Mei 1971 Presiden Soeharto meresmikan Sungai Liat sebagai ibukota Kabupaten Bangka.Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2000 wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung menjadi Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selanjutnya sejak tanggal 27 Januari 2003 Propinsi Kepualauan Bangka Belitung mengalami pemekaran wilayah dengan menambah 4 Kabupaten baru yaitu Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, Belitung Timur dan Bangka Selatan.

Batas

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai batas wilayah:

  • Sebelah utara dengan Laut Natuna
  • Sebelah timur dengan Selat Karimata
  • Sebelah selatan dengan Laut Jawa
  • Sebelah barat dengan Selat Bangka

LADA PUTIH MUNTOK


Berbagai upaya dilakukan guna mengembalikan kejayaan lada putih (Muntok White Pepper) Bangka Belitung. Langkah ini dilakukan guna meningkatkan pendapatan petani serta perekonomian regional dan nasional. Sebab belakangan ini produksi lada di Bangka Belitung terjadi penurunan.

Tahun 2002, produksi Muntok White Pepper berjumlah 33.000 ton. Jumlah tersebut menurun di tahun 2003 menjadi 27.000 ton, sedangkan di tahun 2004 kembali menurun menjadi 20.000 ton. Penurunan jumlah produksi terus terjadi, dan di tahun 2005 produksi tinggal 16.000 ton. Pada tahun 2006 hingga 2007, jumlah produksi sama yaitu berada di angka 14.000 ton. Malangnya di tahun 2008, angka ini kembali menurun dan berada di angka 13.000 ton.

Kapus Litbang Perkebunan Deptan, Syakir menjelaskan, Deptan siap membantu dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk kembali meningkatkan jumlah produksi lada putih di Bangka Belitung. Daerah kepulauan ini mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sektor perkebunan lada putih.

Di Indonesia, Provinsi Bangka Belitung merupakan penghasil lada terbesar setelah Provinsi Lampung. Selain itu, lada produksi Bangka Belitung diperhitungkan di tingkat dunia, jelasnya saat acara Workshop Revitalisasi/Intensifikasi Lada Putih (Muntok White Pepper) di Hotel Serrata Pasir Padi Pangkalpinang, Kamis 25 Juni 2009.

Lebih jauh ia mengatakan, komoditi lada tetap menjadi prioritas, namun masih menjadi kendala selama ini yaitu penyakit yang kerap kali menyerang tanaman lada. Penyakit lada tersebut menjadi penghalang bagi petani untuk meningkatkan produksi lada. Dengan digelarnya kegiatan ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap kendala yang dihadapi petani tersebut.

Selain itu menurutnya, terjadi penurunan produksi lada Bangka Belitung juga diakibatkan kegiatan tambang inkonvensional timah. Sebab banyak tanah setelah dilakukan penambangan menjadi tandus. Untuk itu perlu dipikirkan ke depan agar lahan bekas eks tambang tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan lada.

"Harus dipikirkan bagaimana cara memproduktifkan kembali lahan eks tambang tersebut. Diharapkan hal itu dapat direalisasikan dengan adanya MoU antara Deptan dengan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Namun tentunya harus ada realisasi sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat," ungkapnya.

Sementara Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Bayo Dandari saat membacakan sambutan gubernur ketika membuka workshop mangatakan, revitalisasi ini merupakan upaya untuk membangkitkan kembali Muntok White Pepper. Bangka Belitung mempunyai potensi, namun sementara ini belum tergaraf dengan maksimal.

Asisten menambahkan, produksi lada di Bangka Belitung mampu bersaing dengan lada dari Negara Vietnam. Namun saat ini kondisinya produksi lada menurun dan luas lahan perkebunan lada juga terjadi penurunan. Tahun 2000 luas lahan perkebunan lada mencapai 80.000 hektare, namun angka tersebut menurun di tahun 2007 tinggal 35.000 an hektare.

Sebagaimana diketahui, export lada berasal dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berjumlah 29.448 ton di tahun 2002. Lalu dari tahun ke tahun terjadi penurunan angka export tersebut. Tahun 2003, angka export lada 21.199 ton, sementara tahun 2004 jumlah export lada tinggal 9.805 ton. Kenaikan jumlah export terjadi tahun 2005 yang berhasil menembus angka 11.568 ton, dan tahun 2006 sempat turun ke angka 10.677 ton dan merangkak naik kembali tahun 2007 menjadi 11.000. Satu tahun belakangan, tepatnya 2008 jumlah export turun ke angka 8.500.

Dikatakan Asisten, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya produksi lada putih di antaranya, mutu tanaman dan harga. Harga lada murah, sementara biaya produksi mahal. Keberadaan perkebunan lada saat ini juga bersaing dengan perkebunan sawit dan sektor pertambangan.

"Sementara ini program pengembangan peningkatan produksi lada masih bersifat parsial, jadi belum memberikan hasil yang maksimal. Revitalisasi sangat mendesak, dan dalam hal ini perlu keterlibatan berbagai pihak dan anggaran yang memadai, " jelasnya.